Media Sosial dan Berisiknya Suara Sumbang Kebodohan

Media sosial adalah revolusi dalam cara manusia berkomunikasi. Ia membuka akses bagi siapa saja untuk menyuarakan pendapat, tanpa harus melalui seleksi redaksi, kompetensi, atau tanggung jawab publik yang biasanya dimiliki oleh jurnalis atau akademisi. Ini bisa menjadi kekuatan demokratisasi informasi, tetapi juga membuka ruang yang sangat luas bagi disinformasi, kebodohan, dan kebisingan yang tidak produktif.

Ketika semua orang diberi panggung yang sama besar, suara yang paling keras sering kali mengalahkan suara yang paling bijak. Bukan kebenaran yang menang, tapi yang paling viral. Akibatnya, opini yang dangkal, penuh prasangka, atau bahkan kebohongan bisa menyebar lebih cepat daripada analisis yang mendalam dan bertanggung jawab. Popularitas menggantikan kompetensi sebagai ukuran kebenaran.

Masalahnya bukan karena semua orang bisa bicara—itu adalah hak asasi. Masalahnya muncul ketika masyarakat kehilangan kemampuan untuk membedakan mana yang layak didengar. Tanpa budaya literasi dan berpikir kritis, media sosial justru menjadi tempat di mana emosi mentah, kesimpulan instan, dan kebisingan kolektif menjadi norma. Dalam dunia seperti ini, panggung tak lagi menuntut isi, hanya sensasi.

Posting Komentar

0 Komentar